12
Okt
08

Album Review: Oasis – Dig Out Your Soul

Oasis

Dig Out Your Soul

Big Brother – 2008

Beberapa orang terlahirkan untuk menciptakan sesuatu yang memberikan arti dalam kehidupan manusia. Mereka yang terlahir demikian seperti wujud yang imortal, tidak akan tersentuh oleh kita manusia biasa yang berjuang setiap hari untuk mengantarkan sesuatu yang menambahkan setapak kemenangan dalam kehidupan ini.

Oasis, telah membuat diri mereka abadi, dengan “Definitely Maybe” dan “(What’s The Story) Morning Glory”. Kedua album itu adalah sepotong keabadian yang datang di tengah – tengah angin keoptimisan dekade 90-an, di mana kehidupan modern belum dapat mencengkeram kenaifan seorang muda yang haus mencari arti hidupnya. Oasis memberikan keyakinan kalau semuanya dapat dicapai dengan “Working Class Attitude” mereka, bahkan keyakinan itu membuat seseorang percaya akan kemampuan dirinya sendiri. Seseorang yang meskipun terpisahkan ribuan kilometer dari Manchester, ketika mendengarkan musik mereka dapat meyakini atmosfir “Working Class” yang ditebarkan Oasis.

Dan mungkin pesan seperti itu yang menjadi arti sesungguhnya dari musik. Karena kita percaya musik memberikan arti dalam kehidupan. Bukan segala hingar bingar yang mengelilinginya dengan sensasi dan penampilan berkilauan. Sejak kedua album tersebut, momen di mana setiap album baru Oasis dirilis adalah sebuah perayaan. Itu adalah saatnya kita mengepalkan tangan di udara, dan berjalan dengan penuh keyakinan, merayakan musik yang membuat segalanya dapat terjadi dalam kehidupan, asal kita percaya. Sesederhana itu saja esensi musik dari Oasis.

06 Oktober 2008. Perayaan itu datang kembali. Dirilis di Britannia Raya, dan serentak di seluruh globus ini melalui dunia maya bernama internet, “Dig Out Your Soul” adalah sebuah album yang mengembalikan Oasis ke tempat di mana mereka seharusnya berada, walaupun yang sebenarnya terjadi adalah mereka tidak pernah menghilang, dan selalu mengirimkan sesuatu yang fantastis di era setelah tumbangnya Britpop. Singkatnya “Dig Out Your Soul” adalah pembuktian nyata akan kembalinya Oasis.

Belum pernah album Oasis terdengar begitu psikedelik seperti dalam album ini. Mereka yang mencari lagu seperti “Don’t Look Back In Anger” di album ini tidak akan menemukannya. Ini adalah album Oasis yang paling tidak terdengar seperti rilisan mereka sebelumnya. Bila kita sejenak melupakan tahun di mana kita berada, dan hanya melihat sampul serta isi booklet album ini, sambil mendengarkan seluruh lagu yang ada di sana, kita akan kembali ke tahun 1966, di mana psikedelik adalah kata kunci generasi waktu itu, dan “Revolver” adalah album yang menyertai hari-hari mereka yang muda di saat itu.

Diproduseri kembali oleh Dave Sardy, dan merekam keseluruhan album tersebut di studio legendaris “Abbey Road”, Oasis menyerang telinga kita dengan suara gitarnya dalam track pembuka “Bag It Up”. Dari pertama kita mendengar suara gitar di album ini, sudah jelas, kalau Oasis mengembalikan esensi Rok ‘N’ Rol mereka di sini. Ketika Liam dengan nyeleneh menyanyikan “Someone tell me I’m Dreeeeminnn”, kuping kita seperti tidak mau percaya, kita seperti memasuki sebuah deja vu absurd yang mengingatkan ketika Liam melakukan hal yang sama waktu melafalkan “Sunshiiiineeee” dalam “Cigarettes & Alcohol” di “Definitely Maybe”. Ini saatnya untuk kembali merasakan ekstase.

Bunyi rhodes dan drum yang mengawali “The Turning” menaikkan level ekstase di kepala kita, dan dengar, di lagu ini kita kembali mendengarkan sebuah solo gitar yang seperti menghilang di album-album Oasis setelah “Be Here Now”. Suara latar belakang 50 orang choir yang mengiringi suara Liam dan instrumentasi lagu ini, menambah suasana magis “The Turning”.

Di “Waiting For The Rapture” Noel mengambil alih vokal dari Liam untuk pertama kalinya di album ini. Kembali gitar berat dan kasar mengawali lagu in seperti sebelumnya di “Bag It Up”, dengan riff yang singkat memukul langsung ke ulu hati tanpa basa-basi. Memasuki lagu keempat di lagu ini, kita dipertemukan dengan supremasi Oasis dan mengapa mereka masih relevan 14 tahun setelah menghantarkan “Definitely Maybe”, karena “The Shock Of The Lightning” adalah Rok ‘N’ Rol murni ciri khas Oasis. Mendengarkannya, seperti kembali ketika kita pertama kalinya mendengarkan “Bring It On Down”, “Supersonic” dan “Headshrinker” secara bersamaan. “The Shock Of The Lightning” adalah lagu yang langsung mengantarkan misinya, dibalut dengan solo drum yang terdengar seperti seorang Keith Moon terbius oleh speed.

Setelah “The Shock Of The Lightning”, kita akan mendengarkan karya seorang Liam Gallagher yang terbaik yang pernah kita dengar sampai saat ini. Penuh dengan nuansa Lennon-esque “I’m Outta Time” akan membuat bulu kuduk kita merinding, dan berada di surga yang tidak pernah ada ada di atas kepala kita. Bila Liam terus memproduksi lagu seperti ini, pernyataan bahwa dirinya adalah salah satu penulis lagu terbaik Britannia Raya, bukanlah omong kosong lagi. Karena “I’m Outta Time” dapat disandingkan dengan lagu – lagu terbaik yang pernah kita dengar dari sana selama 4 dasawarsa terakhir. Lagu ini berkesan mistis sekaligus menyejukkan, gelap tapi memberikan pencerahan.

Dalam wawancara yang mendukung perilisan “Dig Out Your Soul”, Gem berkomentar kalau sudah sedikit sekali orang yang mendengarkan album sebagai sebuah kesatuan. Bahkan suara-suara yang terdengar di gaps lagu satu dan lainnya, dianggap hanya sebagai sesuatu yang mengganggu. Tapi Oasis ingin kembali memberikan arti bahwa suara – suara tersebut adalah sebuah elemen yang juga membentuk sebuah album. Dengarkan outro “The Turning” dengan suara sirene di latar belakang, dan petikan gitar ala “Dear Prudence”, Liam yang dengan metode pembalikan pita mengatakan “Champagne Supernova” setelah “The Shock Of The Lightning” atau suara – suara orang berjalan di pantai diiringi suara seagulls sehabis lagu “(Get Off Your) High Horse Lady”. Ambil semua elemen itu dari “Dig Out Your Soul” maka itu semua akan mengurangi esensi album tersebut.

Elemen – elemen itu menjadi bagian penting yang menceritakan ceritanya sendiri, karena tanpanya album itu tidak akan lengkap. Bila kita tidak pernah mendengarkan suara seagulls di akhir “(Get Off Your) High Horse Lady”, kita tidak akan pernah mengerti suara – suara blips yang mengawali “Falling Down”. Karena blips tersebut adalah suara seagulls yang sama, diputar terbalik. Tentang “Falling Down” sendiri, ini bukti sekali lagi akan kejeniusan seorang Noel Gallagher. Memang ia selalu dituduh mencuri dari semua pengaruh musiknya, tapi “Falling Down” adalah sesuatu yang lain. Vokalnya di situ menunjukkan salah satu suara terbaiknya dari yang pernah didengar di semua album Oasis. Dalam “Falling Down” suara Noel seperti seorang yang mengawang di ruang angkasa, ritme drumnya memompa jantung kita dengan perasaan kebahagiaan yang tak bisa dibendung lagi, dan raungan gitanya menembus di antara ruang hampa pikiran kita. Lagu ini murni sebuah perjalanan psikedelia.

“To Be Where There’s Life” adalah lagu Oasis pertama tanpa sebuah gitar pun. Mereka menggantinya dengan alat menyerupai sebuah sitar, dan melodi bas Andy Bell di sini, seperti sebuah perpaduan antara permainan McCartney dan Mani. Mereka mencoba mengeksplorasi sejauh mana mereka bisa merambah ruang musikalitas baru, dan boleh dibilang hasilnya tidak megecewakan.

“Ain’t Got Nothin” adalah tipikal lagu Liam, seperti sebuah sekuel dari “The Meaning Of Soul” dalam “Don’t Believe The Truth” yang bercerita tentang insiden bar di Muenchen tahun 2002 di mana setelah perkelahian yang melibatkan Liam tersebut Oasis terpaksa menunda rangkain konser Eropa mereka. Sedangkan “The Nature Of Reality” adalah lagu sumbangan Andy Bell yang cocok untuk melanjuti keliaran yang disebarluaskan Liam dalam “Ain’t Got Nothin”.

“Soldier On” menutup “Dig Out Your Soul” dengan atmosfir gelap misterius, memuncaki perjalanan psikedelia dalam album ini. Liam menyanyi mengakhiri album ini dengan sebuah pesan “Shine A Light For Me Tonight”. Sebuah pesan yang menjustifikasi album ini sebagai karya terbaik Oasis di abad 21. “Dig Out Your Soul” adalah album yang ditunggu banyak orang dan diharapkan banyak orang untuk dibuat Oasis setelah mereka mengabadikan diri mereka satu dasawarsa lalu, dan ketika mereka akhirnya membuatnya, ini adalah sebuah penantian yang layak untuk ditunggu. Album ini akan membuat kita merayakan jiwa dalam sebuah perjalanan psikedelia yang penuh misteri dan ekstase. Dengan “Dig Out Your Soul”, Liam, Noel, Gem dan Andy memberikan keabadian Oasis sebuah arti yang baru, dan mereka yang percaya akan keabadian itu akan hidup untuk selamanya.

David Wahyu Hidayat


6 Tanggapan to “Album Review: Oasis – Dig Out Your Soul”


  1. Oktober 14, 2008 pukul 2:23 pm

    yes,,

    i got it,

    anti major !

  2. 2 Aji M
    Oktober 20, 2008 pukul 5:26 pm

    ye bener bgt lu,btw gw ud beli CD nya ..beuh beda abis ama album2 sebelumbya, Oasis tu mang beda bgt, ga ada satu albumpun yang sama dengan album lainnya, setiap album pasti punya TASTE yang BEDA…LiveForever OASIS….

  3. November 4, 2008 pukul 9:34 pm

    setuju album ini merupakan satu kesatuan yang utuh…

  4. 4 io
    November 16, 2008 pukul 3:13 pm

    wah keren tuh album, psychedelic abisssss….. legend lah

  5. 5 rio
    Maret 21, 2009 pukul 2:42 pm

    album yang bagus… top deh…

    jd keinget albumnya the beatles yg sgt pepper… yg psychedelic n cool abis…


Tinggalkan komentar


Oktober 2008
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  

Categories

Blog Stats

  • 162.225 hits